Walaupun
sampai saai ini belum ada tanda-tanda bahwa kematian akan segera menjumpai
kita, dengan perhitungan merasa masih sangat muda dan merasa sangat sehat,
namun kita telah menyaksikan banyak manusia, baik orang terdekat kita seperti
orangtua, rekan kerja, teman kuliah atau pun orang yang sama sekali tidak kita kenal, mereka semua telah pergi mendahului
kita kembali keharibaan-Nya.
Mereka telah lebih dahulu meninggalkan dunia yang fana ini menuju alam
keabadian.
Keika ada orang yang
wafat, sudah semestinya
menjadi bahan perenungan mendalam
bagi kita, bahwa pasti suatu saat kitalah yang harus pergi
mengikuti jejak langkah mereka. Yakinkan pada diri, sesungguhnya di antara yang
telah mati pun terdapat orang-orang yang menyangka hidupnya akan lebih lama,
sehingga mereka pun bekerja keras untuk bekal hidup, membeli mobil untuk
keperluan perjalanan, dan membangun rumah mewah untuk tempat tinggalnya. Tapi
harapan tinggal harapan, secara sekonyong-konyong harus diputus dengan hadirnya
kematian, tidak ada yang berguna baginya selain selembar kain kafan, keranda
mayat dan tanah pekuburan yang sangat sempit.
Mengingat
kematian manusia lain merupakan obat yang paling manjur untuk mengingatkan
kematian atas diri kita. Usia muda dan badan yang prima, sedikit pun tidak
menjadi jaminan keperkasaan kita melawan malakal maut yang bertekad mencabut
nyawa. Apalagi di era kehidupan ini, ketuaan dan sakit bukanlah satu-satunya
penyebab kematian, tetapi banyak hal. Bisa saja kereta api yang kita tumpangi
anjlok, motor kita menabrak bis, pesawat terbang yang tiba-tiba lepas kendali
dan sebab-sebab lain yang menurut data statsitik, jauh lebih banyak
dibandingkan faktor ketuaan dan sakit.
Benarlah
firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya kematian yang kamu
lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang ghaib dan yang
nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS.
Al-Jumuah: 8).
Oleh karena
itu, masihkah kita mau berlindung di bawah naungan dunia yang melalaikan ini
untuk menghindari kematian, padahal sudah sampai kepada kita pengetahuan yang
begitu jelas. Renungkanlah pesan Imam Al-Qurthubi, “Sungguh beruntung orang yang mengingatnya (mati), ia telah menyiapkan
untuk kehidupan yang akan datang segala perbekalan dan persiapan untuk
menghadapi hari yang berbahaya bagi dirinya sendiri. Hanyasanya jiwa yang keruh
dan kelalaian hati yang dikotori perbuatan dosa dan maksiat membutuhkan waktu
yang sangat lama untuk mengenang kematian dan memperbaiki diri. Sungguh
celakalah bila ajal telah dekat dan tiada bekal yang disiapkan.”
Saudaraku, kematian
adalah realitas tak terbantahkan. Mengingatnya merupakan keyword atau
kata kunci meraih kemuliaan, dan segera mengumpulkan bekal amal adalah jalan
menuju keselamatan. Ya
Allah, karuniakanlah kepada kami husnul
khatimah. Amin.
Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1. Direktur UPU
2. Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3. Ketua Forum Komunikasi Aktivis Dakwah
0 komentar:
Posting Komentar