Sabtu, 31 Desember 2016

Memuliakan Sahabat Nabi

Kriteria Sahabat
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani mendefinisikan, Sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, ia beriman pada ajaran Islam dan meninggal dalam keislamannya.” Dari pengertian ini, maka orang yang tidak sempat bertemu Rasulullah walaupun beriman, ia tidak termasuk sahabat, seperti Abu Muslim Al-Khulaini, Uwais Al-Qorni, atau Raja Najasyi. Dan juga tidak disebut sahabat orang yang tidak beriman walaupun setiap hari bertemu Rasulullah, seperti orang-orang munafik, atau orang yang sangat dekat dengan Rasulullah, seperti Abu Thalib, Abu Jahal, dan Abu Lahab.
Secara umum, sahabat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu orang yang sudah menjadi sahabat sebelum Futuh Mekkah (penaklukan kota Mekkah) dan orang yang menjadi sahabat setelah Futuh Mekkah. Allah berfirman, “Tidak sama di antara kamu orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik.” (Q.S. Al-Hadid: 10).
Walaupun ayat ini menjelaskan perbedaan derajat sahabat terdahulu dan sahabat yang terkemudian, tapi kedua-duanya dijanjikan oleh Allah mendapatkan balasan yang lebih baik. Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Hazm menafsirkan kalimat, “yang lebih baik” dalam ayat di atas itu adalah surga. Dengan demikian, para sahabat semuanya adalah ahli surga.
Al-Quran dan As-Sunnah Memuliakan Sahabat
Al-Quran dan As-Sunnah telah menjelaskan keshalehan dan kesetiaan mereka terhadap Islam. Allah memberikan penghargaan yang begitu istimewa terhadap mereka, penghargaan yang tidak diberikan pada generasi-generasi berikutnya. Allah berfirman,
وَالسَّابِقُوْنَ الأَوَّلُوْنَ مِنَ المُهَاجِرِيْنَ وَالأَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُهُمْ بِاِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَ أَعَدَ لَهُمْ جَنّتٍ تَجْرِي تَحْتَهَاالأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا ذَالِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمِ
“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama (masuk Islam) di antara mereka orang-orang muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah: 100).
Di tempat yang lain Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat.” (Q.S. Al-Fath: 18).
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memperkuat keagungan sahabat dalam sabdanya,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ (رواه البخارى ومسلم)
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya, kemudian generasi sesudahnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sikap Kita Terhadap Sahabat
Teranglah sudah, kewajiban kita hari ini adalah meluruskan pemahaman yang bengkok dan keliru berkenaan dengan sikap umat Islam terhadap para sahabat Rasulullah. Sebab betapa lancangnya kita ini, berani mencela orang-orang yang dicintai Allah dan rasul-Nya hanya gara-gara mereka dianggap salah menurut persangkaan saja, padahal bila dibandingkan, amalan kita hari ini dengan yang telah dilakukan oleh mereka, baik akidahnya, amalan ibadahnya, atau akhlaknya, maka amal shaleh kita belum seberapa, tidak sepadan dan tak mungkin mengunggulinya.
Kaum muslimin harus mengikuti petunjuk Allah dan rasul-Nya, mereka harus mencintai para sahabat sebagaimana kecintaan Allah dan rasul-Nya kepada mereka. Kita tidak boleh menyebut mereka kecuali kebaikannya, namun tidak boleh ghuluw (berlebih-lebihan) sebagaimana yang dilakukan orang Syiah Rafidhah pada Imam Ali bin Abi Thalib.
Imam Ath-Thahawi mengatakan, ”Mencintai mereka merupakan amalan Dien dan membenci mereka adalah kekufuran dan kemunafikan, karena yang pertama kali mencela para sahabat adalah orang-orang kafir dan kaum munafik”.
Rasulullah melarang kita untuk mencela para sahabat dalam beberapa sabdanya,
لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِي فَإِنْ أَحَدُكُمْ لَوْ أَنْفَقَ مِثْلَ أَحَدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَاكَ مُدَّ أَحَدُهُمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ (رواه البخارى)
”Janganlah kalian mencela sahabatku. Jika salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud pastilah tidak bisa menyamai segenggam infak mereka, tidak pula setengahnya.” (H.R. Bukhari Muslim).
اِذَارَأَيْتُمُ النَّاسَ يَسُبُّوْنَ أَصْحَابِى فَقُوْلُوْا لَعْنَةُ اللهِ عَلَى شَرِّكُمْ (رواه الترمذى)
“Apabila kamu melihat ada orang yang mencaci sahabat-sahabatku, maka doakanlah: ‘Laknat Allah atas kejahatan kalian’.” (H.R. At-Tirmidzi).
Ibnu Mas’ud menceritakan kepribadian para sahabat, “Sesungguhnya Allah meneliti hati para hamba-Nya, maka didapati bahwa hati Muhammad adalah sebaik-baiknya hati para hamba-Nya. Maka Allah pun memilihnya dan mengangkatnya menjadi rasul-Nya. Setelah itu, Allah meneliti lagi hati para hamba-Nya, didapati bahwa hati para sahabat adalah sebaik-baik hati para hamba-Nya. Maka Allah pun menjadikan mereka para pendamping nabi-Nya dan berperang demi agama-Nya. Siapa saja yang dilihat baik oleh kaum muslimin, maka ia baik menurut Allah. Barangsiapa yang dilihat buruk oleh kaum muslimin, maka menurut Allah juga buruk.”
Secara lebih terperinci, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan enam sikap yang seharusnya dilakukan kaum beriman pada para sahabat, yaitu:
1.  Mencintai mereka, karena kecintaan Allah dan kecintaan rasul-Nya kepada mereka.
2.  Beriman kepada keutamaan mereka atas kaum mukminin, dan kaum muslimin yang lain.
3. Berpendapat bahwa Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah yang paling mulia dibandingkan dengan sahabat-sahabat lainnya, kemudian disusul Umar bin Khathab, lalu Utsman bin Affan, kemudian Ali bin Abi Thalib.
4.  Mengakui kelebihan-kelebihan para sahabat dan kebaikan-kebaikan mereka. Banyak sekali hadits-hadits nabi yang menyebutkan keutamaan-keutamaan para sahabat, baik secara kolektif maupun personal.
5. Menahan diri dari mengungkapkan keburukan mereka dan tidak berkomentar tentang persengketaan yang terjadi pada diri mereka. "Janganlah kalian menjadikan mereka (para sahabat) sebagai bahan tuduhan sepeninggalku."(H.R. At-Tirmidzi).
6. Beriman kepada kehormatan istri-istri Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, bahwa mereka wanita-wantia suci bersih, mencari keridhaan mereka, dan berpendapat bahwa istri-istri beliau yang termulia ialah Khadijah binti Khuwailid dan Aisyah binti Abu Bakar.
Jadi, mencintai mereka merupakan amalan yang cintai Allah dan rasul-Nya. Sedangkan membenci mereka adalah kekufuran dan kemunafikan. Tidak ada orang yang pertama kali mencela para sahabat kecuali orang-orang kafir dan kaum munafik. Wallahul Muwaffiq.
Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1.     Direktur UPU
2.    Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3.    Ketua Forum Komunikasi Aktivis Dakwah

1 komentar:

  1. Casino Player Reviews: Top Sites, Bonus Codes for December
    Find the 대구광역 출장샵 best Casino Player Reviews in December 2021 and get your bonus now! JOIN US to get 화성 출장안마 25 Free Spins 동해 출장샵 at 원주 출장안마 most 경상북도 출장안마 casino sites.

    BalasHapus