"Tarbiyah (pendidikan) bukanlah
segala-galanya, tapi segala-galanya tidak akan tercapai kecuali dengan tarbiyah."
Kalimat di atas disampaikan oleh Dr. Musthafa Manshur, aktivis
Ikhwanul Muslimin, dalam menjawab berbagai macam kritikan terhadap konsep
tarbiyah yang disosialisasikan jamaahnya.
Setiap orang tentu menyadari, bahwa pendidikan
memiliki sumbangsih yang sangat besar dalam membentuk pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif), dan perilaku (psikomotorok) manusia.
Seseorang yang berpredikat well education, biasanya lebih diutamakan
untuk menempati posisi-posisi strategis daripada orang dengan berpendidikan
rendah, baik di lingkungan kecil seperti di kampung dan di desa, atau pun di
lingkungan yang lebih luas seperti pengelolaan perusahaan dan negara. Kualitas
sumber daya manusia hari ini merupakan produk pendidikan masa lalu. Kualitas SDM masa depan sangat
ditentukan oleh mutu pendidikan hari ini.
Menyadari urgensi pendidikan di atas, banyak orangtua
yang sibuk aktif membantu anaknya mencari lembaga pendidikan yang dianggap
ideal yang akan mampu mengantarkan anak-anak mereka meraih cita-cita. Tentu
tindakan seperti itu tidak salah, justru baik sebagai rasa tanggung jawab
orangtua terhadap masa depan si anak, namun kekeliruan orangtua mulai tampak
tatkala menentukan kriteria sekolah ideal. Seringkali orangtua terlalu percaya
dan bangga pada sebuah lembaga pendidikan hanya karena banyak muncul anak-anak brilliant,
terampil, mudah mendapatkan pekerjaan, atau mungkin tak sedikit yang jadi
pejabat, tetapi mengabaikan sisi-sisi yang lebih utama yaitu keshalehan yang
mewujud dalam akidah yang kuat, akhlak yang islami dan pemahaman yang lurus.
Kecenderungan pengabaian terhadap aspek agama ini
sering kita jumpai pada sebagian orangtua yang memang tidak mempunyai akar yang
kuat dalam beragama. Perhatiannya lebih tertuju pada keberhasilan sang anak
bersaing di dunia dengan mendapatkan pekerjaan basah, gaji besar, dan tingkat
sosial yang tinggi. Adapun si anak tidak shalat dan tidak melaksanakan
kewajiban-kewajiban selaku muslim, itu perkara lain yang tak terlalu
dirisaukannya.
Pendidikan Hari Ini
Konsep pendidikan yang diterapkan di berbagai negara umumnya memisahkan
dan memilah-milah antara pengetahuan umum dengan agama yang dikenal dengan sebutan pendidikan sekuler. Dalam
sistem pendidikan seperti ini pengetahuan umum dan agama merupakan dua kutub
yang saling berlawanan dan tak mungkin disatukan. Oleh karena itu, fenomena
alam yang begitu kompleks setelah melalui berbagai macam pengamatan,
penelitian, dan eksperimen yang akhirnya melahirkan disiplin ilmu seperi IPA
(Biologi, Fisika, Kimia) dan IPS (Antropologi, Sosiologi) yang semestinya
menjadi lahan yang sangat subur untuk menanamkan tauhid, tawadhu (merasa lemah)
di hadapan kebesaran Allah serta takjub menyaksikan keteraturan dan keindahan
ciptaan-Nya, namun justru melahirkan sosok-sosok anti tauhid, manusia sombong
serta lalai bahkan berpaling dari kebenaran. Astagfirullahal 'adhim.
Kondisi sekulerisasi pendidikan ini memang tidak
ujug-ujug ada, tapi ada sejarah yang amat panjang yang melatarbelakanginya.
Saat itu Eropa dilanda kegelapan (the
dark middle age), sementara gereja sangat diktator. Setiap hasil penelitian
para ilmuwan yang bertentangan dengan ajaran gereja akan dianggap keliru dan si
ilmuwan akan dijebloskan ke dalam jeruji besi atau dieksekusi sebagaimana
pernah terjadi pada Galilea Galileo.
Dari sini muncullah perlawanan hebat terhadap gereja
yang dipelopori Marthin Luther untuk mendobrak kesewenang-wenangan gereja.
Akhirnya kaum intelek memenangkan pertarungan, gereja tersisihkan, agama tidak
boleh mengatur dunia, ilmu dan negara. Agama cukup dijadikan sebagai pagar
etika yang mengajarkan keadilan, kejujuran, kedermawanan, dan yang semisalnya.
Maka tak heran bila di jaman ini ada siswi muslimah
yang dipaksa melepas jilbab atas nama pendidikan seperti yang terjadi di
berbagai lembaga pendidikan umum di beberapa tempat. Ya, karena mereka menganut faham
sekulerisme.
Mencari Pendidikan Alternatif
Tidak ada yang bisa diharapkan oleh orangtua muslim
dari pendidikan sekuler yang semrawut seperti ini. Mungkinkah kita dapat
mewujudkan perintah Allah untuk memiliki anak-anak shaleh di lingkungan sekolah
seperti ini? alih-alih membentuk manusia bertakwa, justru yang terjadi adalah
mencopot ketakwaan.
Penulis pernah mempunyai beberapa teman ikhwan dan
akhwat satu kelas. Mereka dikenal
sebagai anak yang pemalu, rajin shalat, tak pernah melewatkan qira'atul quran, yang akwatnya tak pernah lepas dengan jilbab. Setelah masuk
sekolah menengah umum yang katanya favorit, semuanya berubah, mereka secara
terang-terangan berani bermaksiat, tak menyukai shalat lagi, sudah melupakan
Al-Quran, dan si akhwatnya tak mau berjilbab lagi. Gaya hidupnya pun begitu fungky, bacaan kegemarannya hanyalah
komik-komik dan novel terbaru.
Hanya sedikit yang selamat, kebanyakannya tak mampu
melawan arus yang terlalu kuat dan dahsyat. Tentunya, orangtua muslim
menginginkan anaknya tetap istiqamah (berpegang teguh) menjalankan konsep Islam
dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana orangtua sanggup menjelaskan kepada
Allah di akhirat kelak perihal kenakalan anak-anaknya? Atau ketidakpeduliannya
terhadap norma-norma agama? Padahal Allah menciptakan anak itu awalnya dalam
keadaan Islam (fitrah). Rasul
bersabda,
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (البخارى)
“Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya
sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Al-Bukhari).
Dengan demikian, sebagai bentuk rasa tanggung jawab
dan kasih sayang orangtua terhadap anak-anaknya, janganlah orangtua hanya
menyekolahkan saja, tetapi harus mencari sekolah yang lingkungan pergaulannya
baik, guru-gurunya shaleh dan disiplin, teman-temannya berakhlak mulia,
kurikulumnya jelas memihak kepada Islam. Jika tidak, bisa jadi anak menjadi
fitnah dan musuh terbesar bagi orangtua di dunia dan di akhirat.
Sebagai panduan, kiranya orangtua perlu mencermati hal
berikut sebelum memasukkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan,
- 1. Pertimbangkan terlebih dahulu, apakah anak Anda akan sekolah di pendidikan umum (negeri maupun swasta) ataukah pondok pesantren. Masing-masing lembaga pendidikan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
- 2. Setelah Anda memutuskan untuk memilih, carilah keterangan selengkapnya tentang lembaga pendidikan tersebut. Bisa melalui brosur-brosur, orang-orang yang telah menyekolahkan anak-anaknya di tempat itu atau sumber informasi lainnya.
- 3. Perhatikan dana yang harus Anda keluarkan. Sesuaikah biayanya dengan anggaran yang telah kita siapkan? Bila biayanya terlalu besar, sebaiknya mencari sekolah yang pas dengan kemampuan kita.
- 4. Jangan cepat-cepat memutuskan pilihan pada sekolah yang berlabel Islam. Teliti terlebih dahulu bagaimana kualitas pendidikan yang diberikan. Baik masalah kurikulum ataupun kedisiplinan gurunya.
- 5. Pastikan sekolah yang Anda pilih bukan sekolah non-Islam. Meskipun dari luarnya sama dengan lembaga pendidikan lainnya, namun sebenarnya mengandung misi merusak generasi Islam.
Silahkan renungkan
firman Allah Azza
wa Jalla berikut ini,
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).
Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1. Direktur UPU
2. Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3. Ketua Forum Komunikasi Aktivis Dakwah
0 komentar:
Posting Komentar