Perang urat syaraf atau perang pemikiran disebut dengan Ghazwul Fikri. Secara etimologi Ghazwu artinya menyerbu, menyerang.
Sedangkan Al-fikri berarti pikiran
atau pendapat (Kamus Al-Munawwir). Menurut istilah, M. Ba’abullah
mendefinisikan Ghazwul fikri sebagai menguasai pemikiran orang, penjajahan
jiwa, atau mengubah cara berfikir dan pandangan hidup orang sesuai dengan yang
diinginkan oleh lawannya.
Bila konteks ghazwul fikri lebih dispesifikkan lagi dengan
menggunakan kaca mata prediksi Samuel Huntington dalam bukunya ‘Clash of Civilization’, Huntington
memprediksikan Islam sebagai ancaman hijau (green
manace) nomor satu bagi barat (khususnya Amerika Serikat). Barat merasa
tidak leluasa untuk membaratkan dunia selama ada Islam. Barat merasa harus
melakukan pencitraan buruk dan mensosialisasikan opini negatif tentang Islam.
Berpijak dari argumentasi di atas, maka
ghazwul fikri bisa diberi makna perang pemikiran yang dilancarkan barat
terhadap Islam dengan tujuan untuk menyerang, menyerbu, menguasai dan
mengalahkannya kemudian diganti sesuai dengan keinginan, pikiran, dan pendapat
mereka.
Disebut perang, sebab ia memakan korban, mengakibatkan kerusakan
dan kehancuran. Disebut urat syaraf, karena alat peperangannya bukan bedil,
tank ataupun pesawat tempur, tetapi seluruh produk pemikiran.
1. Perang militer memiliki wilayah teritorial atau medan
tempur tertentu. Bisa terjadi di darat, laut atau udara. Sedangkan ghazwul
fikri, di mana dan kapan pun perang bisa dilakukan.
Contohnya lewat internet, terjadi diskusi panas bahkan debat antara seorang
muslim dengan musuh Islam.
2. Senjata dan peluru yang digunakan dalam perang militer
memiliki ukuran dan bentuk yang jelas dan dapat dilihat. Dalam ghazwul fikri,
senjata dan pelurunya lebih kompleks.
3. Dalam perang militer, jumlah pasukan yang diturunkan
dapat diperhitungkan sehingga kita pun sedikit banyaknya bisa mendeteksi
kelebihan dan kelemahan lawan. Dalam ghajwul fikri, teramat sulit
mengkalkulasikan jumlah lawan.
4. Dalam perang militer, orang benar-benar menyadari
bahwa dirinya sedang berperang, dan bila menjadi korban, ia akan merasakan
sakitnya. Dalam perang urat syaraf, betapa banyak orang muslim yang tidak
merasa menjadi korban peperangan.
Al-Quran sebagai kitab rujukan
umat Islam telah mengingatkan fenomena peperangan ini dalam beberapa surat
sebagai berikut:
يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُطْفِؤُوْا نُوْرَ اللهِ
بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأبَى اللهُ اِلاَّ اَنْ يُتِمَّ نُوْرَهُ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُوْنَ
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya
(agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah enggan terkecuali
menyempurnakan cahaya-Nya, sekalipun orang-orang kafir tidak suka.”(Q.S. At-Taubah: 32).
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى
حَتى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Tidak akan mungkin Yahudi dan Nasrani ridha kepadamu
kecuali engkau mengikuti pedoman hidup mereka.” (Q.S. Al-Baqarah: 120).
وَلاَ يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتى يَرُدُّوْكُمْ
عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu seandainya mereka mampu.” (Q.S. Al-Baqarah: 217).
Menurut Dr. Sa’id Hawwa, tujuan akhir ghazwul fikri ini
adalah deislamisasi )penghancuran ajaran Islam(. Oleh karenanya
beliau mewanti-wanti bahwa mengetahui musuh, tantangan, rencana jahat dan
strateginya sangat urgen dalam kehidupan seorang muslim modern. Seorang muslim
jika tidak tahu hal ini, ia akan tetap dalam kelalaian. Akibatnya ia
dikendalikan sesuai dengan kehendak orang kafir tersebut dan ia tidak merasa
dikendalikan. Sungguh ironis sekali.
Musuh umat Islam itu adalah setiap orang yang menentang
kehendak Islam, baik mereka yang datang dari Yahudi, Nasrani, musyrikin,
munafik, atheis dan lain-lain.
Ghazwul Fikri, Format Perang Abad Kontemporer
Ghazwul fikri merupakan format penjajahan yang digagas saat
penjajahan dalam bentuk militer dirasakan kurang efektif lagi untuk mencapai
misi menguasai dunia Islam. Perang militer membuat umat Islam bangkit tersadar
dan melawan serta mengusir penjajah. Yel-yel jihad sering membuat penjajah
bergetar ketakutan.
Oleh karenanya, ghazwul fikri dianggap usaha yang lebih logis
dan cerdas untuk melumpuhkan kesadaran umat Islam itu. Orang-orang Nasrani
sangat berpegang pada hal ini. Seorang missionaris fanatik, Samwel Zwemmer
berkata: “Tidak sepatutnya seorang missionaris Nasrani gagal,
putus asa, atau kehabisan energi. Jika ia merasa bahwa usahanya untuk menarik
orang-orang muslim ke dalam Nasrani tidak membuahkan hasil, cukuplah jika
engkau dapat menjadikan Islam sebagai ajaran yang menyesatkan kaum muslimin
oleh karena kebimbangan sebagian di antara mereka. Ketika engkau dapat
menciptakan kebimbangan seorang muslim dan menjadikan Islam agama yang
menyesatkan mereka, berarti engkau berhasil, wahai kaum Nasrani! cukuplah
engkau dapat menciptakan kebimbangan itu tanpa harus menjadikan seorang muslim
menjadi penganut Nasrani.”
Sementara upaya Yahudi dalam menggempur pertahanan Islam,
salah satunya dengan pendominasian pers. Awalnya mereka lebih bangga bila
anaknya menjadi seorang dokter, dosen, pengacara, atau insinyur. Setelah perang
dunia II terjadi pergeseran paradigma, mereka mulai menyadari urgensi pers ini,
sehingga sekarang kita menyaksikan kaum Yahudi menguasai media-media elit, baik
media massa seperti Newyork time, CNN atau jaringan televisi terkemuka seperti
CBS, NBC dan sebagainya.
Tampaknya upaya barat sekuler, Nasrani, dan Yahudi ini telah
memetik hasil yang cukup memuaskan nafsu mereka, telah banyak negara mayoritas
muslim yang menjadi korban keganasan hantu ghazwul fikri ini. Dr. Ali Abdul
Halim Mahmud menjelaskan bentuk-bentuk korban ghazwul fikri ini sebagai
berikut:
1. Suatu negara kecil membangun dirinya dengan prinsip,
keyakinan, pemikiran, moralitas, maupun nilai-nilai kehidupan suatu negara
besar. Maka ia pun mengubah kepribadian, prinsip nasionalisme, peradaban
terkini, dan masa depan sebagaimana yang dianut oleh negara besar itu.
2. Suatu masyarakat kecil mengambil sistem pendidikan
suatu masyarakat besar, maka jadilah masyarakat kecil itu sangat tergantung
kepadanya dalam mendidik generasi muda.
3. Suatu masyarakat besar melancarkan perang kepada masyarakat
kecil dengan segala sarana yang beraneka ragam. Ia perangi sejarahnya dan kisah
kepahlawanan orang-orang shaleh dari putra-putranya, untuk kemudian digantikan
dengan sejarah masyarakat besar lengkap dengan kisah kepahlawanan para
tokohnya.
4. Fenomena penjajahan yang dikobarkan oleh negara-negara
besar yang dengki kepada Islam; kepada Al-Quran, hadits, dan sejarah hidup
nabi, agar kaum muslimin terpisah dari kitab, ajaran agamanya.
5. Serangan terhadap bahasa Arab dengan tujuan
menggantikannya dengan bahasa lain, atau diselewengkan dengan bahasa pasaran
yang kacau sehingga umat Islam banyak yang keliru dalam memahami Al-Quran.
6. Penggantian akhlak umat Islam dengan akhlak yang lebih
buruk. Umat Islam memiliki etika, moralitas yang dibimbing wahyu, semuanya itu
ingin dilenyapkannya.
Memang pada kenyataannya, perang fisik tetap dilancarkan oleh
imperialisme barat dalam hal ini Amerika pada beberapa wilayah negara dengan
mayoritas penduduk muslim, seperti penyerangan ke Irak dan Afganistan. Tetapi
jangan lupa, keberanian para kolonial mengobarkan perang fisik ini setelah
mereka melancarkan perang urat syaraf secara intensif dan kontinyu. Tidak
tanggung-tanggung mengeluarkan biaya milyaran bahkan triliyunan dollar untuk
membuat opini publik bahwa mereka tidak sedang memerangi Islam dan kaum
muslimin, tetapi memerangi musuh bersama, yaitu jaringan teroris internasional.
Sebuah proyek penggiringan opini masyarakat pada reality pseude (realitas
semu), seolah-olah riil padahal bohong. Dan hasilnya, saat perang dilakukan,
banyak kaum muslimin tidak terpanggil rasa ukhuwah islamiyyahnya bahkan
kehilangan daya kritis terhadap berbagai tindakan penyelewengan dan
penyimpangan yang dilakukan kolonial Amerika pada saudara kita di dua negara
itu.
Wallahul
Muwaffiq.
Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1. Direktur UPU
2. Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3. Ketua FKAD (Forum Komunikasi Aktivis Dakwah)
0 komentar:
Posting Komentar