Sabtu, 31 Desember 2016

Umat Islam dan Perang Urat Syaraf

Perang urat syaraf atau perang pemikiran disebut dengan Ghazwul Fikri. Secara etimologi Ghazwu artinya menyerbu, menyerang. Sedangkan Al-fikri berarti pikiran atau pendapat (Kamus Al-Munawwir). Menurut istilah, M. Ba’abullah mendefinisikan Ghazwul fikri sebagai menguasai pemikiran orang, penjajahan jiwa, atau mengubah cara berfikir dan pandangan hidup orang sesuai dengan yang diinginkan oleh lawannya.
Bila konteks ghazwul fikri lebih dispesifikkan lagi dengan menggunakan kaca mata prediksi Samuel Huntington dalam bukunya ‘Clash of Civilization’, Huntington memprediksikan Islam sebagai ancaman hijau (green manace) nomor satu bagi barat (khususnya Amerika Serikat). Barat merasa tidak leluasa untuk membaratkan dunia selama ada Islam. Barat merasa harus melakukan pencitraan buruk dan mensosialisasikan opini negatif tentang Islam. Berpijak dari argumentasi di atas,  maka ghazwul fikri bisa diberi makna perang pemikiran yang dilancarkan barat terhadap Islam dengan tujuan untuk menyerang, menyerbu, menguasai dan mengalahkannya kemudian diganti sesuai dengan keinginan, pikiran, dan pendapat mereka.
Disebut perang, sebab ia memakan korban, mengakibatkan kerusakan dan kehancuran. Disebut urat syaraf, karena alat peperangannya bukan bedil, tank ataupun pesawat tempur, tetapi seluruh produk pemikiran.
Ada beberapa perbedaan antara perang fisik (‘asykari/militer) dengan ghazwul fikri, yaitu:
1.      Perang militer memiliki wilayah teritorial atau medan tempur tertentu. Bisa terjadi di darat, laut atau udara. Sedangkan ghazwul fikri, di mana dan kapan pun perang bisa dilakukan. Contohnya lewat internet, terjadi diskusi panas bahkan debat antara seorang muslim dengan musuh Islam.
2.    Senjata dan peluru yang digunakan dalam perang militer memiliki ukuran dan bentuk yang jelas dan dapat dilihat. Dalam ghazwul fikri, senjata dan pelurunya lebih kompleks.
3.    Dalam perang militer, jumlah pasukan yang diturunkan dapat diperhitungkan sehingga kita pun sedikit banyaknya bisa mendeteksi kelebihan dan kelemahan lawan. Dalam ghajwul fikri, teramat sulit mengkalkulasikan jumlah lawan.
4.   Dalam perang militer, orang benar-benar menyadari bahwa dirinya sedang berperang, dan bila menjadi korban, ia akan merasakan sakitnya. Dalam perang urat syaraf, betapa banyak orang muslim yang tidak merasa menjadi korban peperangan.
Al-Quran sebagai kitab rujukan umat Islam telah mengingatkan fenomena peperangan ini dalam beberapa surat sebagai berikut:
يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُطْفِؤُوْا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأبَى اللهُ اِلاَّ اَنْ يُتِمَّ نُوْرَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah enggan terkecuali menyempurnakan cahaya-Nya, sekalipun orang-orang kafir tidak suka.”(Q.S. At-Taubah: 32).
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Tidak akan mungkin Yahudi dan Nasrani ridha kepadamu kecuali engkau mengikuti pedoman hidup mereka.” (Q.S. Al-Baqarah: 120).
وَلاَ يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu seandainya mereka mampu.” (Q.S. Al-Baqarah: 217).
Menurut Dr. Sa’id Hawwa, tujuan akhir ghazwul fikri ini adalah deislamisasi )penghancuran ajaran Islam(. Oleh karenanya beliau mewanti-wanti bahwa mengetahui musuh, tantangan, rencana jahat dan strateginya sangat urgen dalam kehidupan seorang muslim modern. Seorang muslim jika tidak tahu hal ini, ia akan tetap dalam kelalaian. Akibatnya ia dikendalikan sesuai dengan kehendak orang kafir tersebut dan ia tidak merasa dikendalikan. Sungguh ironis sekali.
Musuh umat Islam itu adalah setiap orang yang menentang kehendak Islam, baik mereka yang datang dari Yahudi, Nasrani, musyrikin, munafik, atheis dan lain-lain.
Ghazwul Fikri, Format Perang Abad Kontemporer
Ghazwul fikri merupakan format penjajahan yang digagas saat penjajahan dalam bentuk militer dirasakan kurang efektif lagi untuk mencapai misi menguasai dunia Islam. Perang militer membuat umat Islam bangkit tersadar dan melawan serta mengusir penjajah. Yel-yel jihad sering membuat penjajah bergetar ketakutan.
Oleh karenanya, ghazwul fikri dianggap usaha yang lebih logis dan cerdas untuk melumpuhkan kesadaran umat Islam itu. Orang-orang Nasrani sangat berpegang pada hal ini. Seorang missionaris fanatik, Samwel Zwemmer berkata: “Tidak sepatutnya seorang missionaris Nasrani gagal, putus asa, atau kehabisan energi. Jika ia merasa bahwa usahanya untuk menarik orang-orang muslim ke dalam Nasrani tidak membuahkan hasil, cukuplah jika engkau dapat menjadikan Islam sebagai ajaran yang menyesatkan kaum muslimin oleh karena kebimbangan sebagian di antara mereka. Ketika engkau dapat menciptakan kebimbangan seorang muslim dan menjadikan Islam agama yang menyesatkan mereka, berarti engkau berhasil, wahai kaum Nasrani! cukuplah engkau dapat menciptakan kebimbangan itu tanpa harus menjadikan seorang muslim menjadi penganut Nasrani.”
Sementara upaya Yahudi dalam menggempur pertahanan Islam, salah satunya dengan pendominasian pers. Awalnya mereka lebih bangga bila anaknya menjadi seorang dokter, dosen, pengacara, atau insinyur. Setelah perang dunia II terjadi pergeseran paradigma, mereka mulai menyadari urgensi pers ini, sehingga sekarang kita menyaksikan kaum Yahudi menguasai media-media elit, baik media massa seperti Newyork time, CNN atau jaringan televisi terkemuka seperti CBS, NBC dan sebagainya.
Tampaknya upaya barat sekuler, Nasrani, dan Yahudi ini telah memetik hasil yang cukup memuaskan nafsu mereka, telah banyak negara mayoritas muslim yang menjadi korban keganasan hantu ghazwul fikri ini. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud menjelaskan bentuk-bentuk korban ghazwul fikri ini sebagai berikut:
1.   Suatu negara kecil membangun dirinya dengan prinsip, keyakinan, pemikiran, moralitas, maupun nilai-nilai kehidupan suatu negara besar. Maka ia pun mengubah kepribadian, prinsip nasionalisme, peradaban terkini, dan masa depan sebagaimana yang dianut oleh negara besar itu.
2.      Suatu masyarakat kecil mengambil sistem pendidikan suatu masyarakat besar, maka jadilah masyarakat kecil itu sangat tergantung kepadanya dalam mendidik generasi muda.
3.      Suatu masyarakat besar melancarkan perang kepada masyarakat kecil dengan segala sarana yang beraneka ragam. Ia perangi sejarahnya dan kisah kepahlawanan orang-orang shaleh dari putra-putranya, untuk kemudian digantikan dengan sejarah masyarakat besar lengkap dengan kisah kepahlawanan para tokohnya.
4.      Fenomena penjajahan yang dikobarkan oleh negara-negara besar yang dengki kepada Islam; kepada Al-Quran, hadits, dan sejarah hidup nabi, agar kaum muslimin terpisah dari kitab, ajaran agamanya.
5.    Serangan terhadap bahasa Arab dengan tujuan menggantikannya dengan bahasa lain, atau diselewengkan dengan bahasa pasaran yang kacau sehingga umat Islam banyak yang keliru dalam memahami Al-Quran.
6.      Penggantian akhlak umat Islam dengan akhlak yang lebih buruk. Umat Islam memiliki etika, moralitas yang dibimbing wahyu, semuanya itu ingin dilenyapkannya.
Memang pada kenyataannya, perang fisik tetap dilancarkan oleh imperialisme barat dalam hal ini Amerika pada beberapa wilayah negara dengan mayoritas penduduk muslim, seperti penyerangan ke Irak dan Afganistan. Tetapi jangan lupa, keberanian para kolonial mengobarkan perang fisik ini setelah mereka melancarkan perang urat syaraf secara intensif dan kontinyu. Tidak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya milyaran bahkan triliyunan dollar untuk membuat opini publik bahwa mereka tidak sedang memerangi Islam dan kaum muslimin, tetapi memerangi musuh bersama, yaitu jaringan teroris internasional. Sebuah proyek penggiringan opini masyarakat pada reality pseude (realitas semu), seolah-olah riil padahal bohong. Dan hasilnya, saat perang dilakukan, banyak kaum muslimin tidak terpanggil rasa ukhuwah islamiyyahnya bahkan kehilangan daya kritis terhadap berbagai tindakan penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan kolonial Amerika pada saudara kita di dua negara itu.
Wallahul Muwaffiq.


Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1.     Direktur UPU
2.    Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3.    Ketua FKAD (Forum Komunikasi Aktivis Dakwah)

0 komentar:

Posting Komentar