Di antara tugas orangtua adalah mendidik buah hatinya menjadi manusia yang jujur
dan jauh dari perilaku bohong. Jika banyak orang yang merasa beruntung dengan
kebohongan, maka para orangtua harus mengajarkan kepada anaknya bahwa
keberuntungan itu hanya akan diperoleh melalui sikap jujur.
Mengapa Anak Suka Berbohong?
Ada
banyak penyebab mengapa anak berbohong. Bisa jadi contoh buruk dari orangtua dan lingkungannya. Maksudnya, si anak meniru kebohongan yang dilakukan orangtua dan
lingkungannya hidup. Bisa juga karena si anak menghindarkan diri dari hukuman. Ia berbohong karena
khawatir mendapatkan hukuman dari orangtua, guru, atau temannya baik hukuman
itu bersifat fisik atau pun non fisik (hukuman verbal). Jadi ia trauma atas
perlakuan orangtua pada dirinya. Misal, si anak memecahkan piring. Datanglah
orangtua dengan wajah marah. Si anak takut karena sebelumnya juga pernah
memecahkan piring dan dihukum pukul oleh orangtuanya.
Kemungkinan
lainnya anak berbohong adalah untuk
menarik simpati dan perhatian. Misalnya untuk menarik simpati
dan perhatian teman-temannya, ia mengaku pernah naik kapal terbang
bersama ayahnya. Padahal ia sama sekali tidak naik kapal terbang, pergi ke
bandara pun tidak pernah. Kemungkinan selanjutnya, anak berbohong untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Anak mengetahui bahwa dia tidak akan dapat memperoleh apa yang diinginkannya
jika bersikap jujur. Oleh karena itu, anak berbohong demi mendapatkan apa yang
diinginkannya. Misal ia berkata pada temannya, “Eh, itu mobil-mobilanmu ada kotoran ayamnya. Ih jijik.” Setelah dibuang oleh temannya, mobil-mobilan pun malah diambil olehnya.”
Menghadapi Anak yang Suka Berbohong
1. Sebagai orangtua
kita dituntut untuk bijaksana. Bila kita mendapati anak berbohong, kita tidak boleh langsung
marah-marah, mengadili anak dengan berbagai macam konsep dosa dan neraka.
Efeknya, anak akan tetap berbohong.
2. Cari tahu benarkah
anak berbohong dan untuk apa ia berbohong. Tidak perlu marah, bersikap
menyelidik, menghakimi, atau dengan
mengancam. Jika anak merasa terancam, lain waktu ia tidak akan mengaku, bahkan
akan berusaha mengarang kebohongan lain.
3. Jika anak
berbohong, beri pengertian kepada anak bahwa perilaku berbohongnya tidak
disukai dan dapat berakibat buruk bagi dirinya dan orang lain. Misal akan
dijauhi teman, Anda bisa menceritakan
kisah penggembala yang berbohong dan serigala.
4. Hukuman boleh diberikan jika kadar dan
akibat kebohongannya benar-benar parah. Namun jangan menghukum dengan hukuman
fisik. Berikan hukuman yang mendidik, misalnya berupa memutus beberapa fasilitas anak. Anak dilarang menonton acara
televisi kesukaannya atau memberikan tugas membersihkan kamar tidur.
Apakah Sama Sekali Tidak Boleh Berbohong?
Seringkali,
orangtua menemui kesulitan saat harus mengatakan kebenaran pada anak. Itu
sebabnya, sadar atau tidak sadar, orangtua sering melontarkan ‘bohong putih’.
Misal
ada anak yang kulitnya hitam. Si anak mengadu kepada ayahnya karena sering
diledek oleh teman-temannya. Kemudian sang ayah menghibur anaknya ini dengan
mengatakan bahwa kulit anaknya tidak hitam. Sang ayah meyakinkan
anaknya bahwa teman-temannya salah. Ini
dinamakan ‘bohong putih’ alias White lie.
'Bohong
putih' sering diartikan para orangtua sebagai kebohongan untuk tujuan baik.
Dalam hal ini, untuk menyederhanakan masalah atau melindungi kepolosan anak
yang belum cukup umur mengerti topik pembicaraan tertentu.
Meski
banyak orang menganggap 'berbohong putih' yang dilakukan sesekali tidak
apa-apa, namun dari sisi psikologi perkembangan anak, ‘berbohong putih’
tetaplah suatu kebohongan yang bisa berdampak negatif bagi anak. Dengan melakukan ‘berbohong putih’, maka si anak telah menerima pesan yang
salah dan membingungkan, yang dapat mempengaruhi mereka dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Dengan melakukan ‘berbohong putih’ sama dengan mengajarkan pada anak
untuk meniru orangtuanya jika kelak ia
berada di situasi sama.
Jadi,
apa yang sebaiknya Anda lakukan? Ahli perkembangan anak mengatakan bahwa yang
terbaik adalah menghindari berbohong. Selalu jawab dengan jujur dan beri anak
penjelasan sesuai kemampuannya menyerap informasi.
Bahkan
berdasarkan ilmu psikologi, anak yang suka dibohongi walaupun white lie akan jadi penakut. Misal anak yang susah makan, lalu kita
katakan, “Kalau kamu tidak mau makan,
nanti kamu ditangkap polisi, atau sakit dan disuntik oleh dokter galak, atau
akan didatangi pocong.” Akhirnya anak tumbuh dengan perasaan takut ketemu
polisi, dokter, dan percaya pocong. []
Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1. Direktur UPU
2. Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3. Ketua Forum Komunikasi Aktivis Dakwah
0 komentar:
Posting Komentar