عَنْ
أَبِي عَبْدِ اللهِ جَابِرْ بْنِ عَبْدِ اللهِ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ اْلمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ،
وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ، وَحَرَّمْت الْحَرَامَ، وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ
شَيْئاً، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ
Dari
Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshari radhiyallahu ’anhuma bahwa seorang
lelaki bertanya kepada Rasulullah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu jika aku mengerjakan shalat fardhu dan berpuasa ramadhan, aku
haramkan yang haram, dan aku halalkan yang halal, apakah aku akan masuk surga?”
Beliau menjawab, “Ya.” (H.R.
Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Muslim di dalam [Al Iman/15/Abdul Baqi])
Penjelasan:
Asy-Syaikh rahimahullah
mengatakan, hadits yang ke-22 ini perkataannya, “Bagaimana pendapatmu?” Maknanya adalah beritakanlah kepadaku. “Bagaimana pendapatmu jika aku mengerjakan
shalat yang fardhu.” Maksudnya adalah shalat-shalat fardhu, yakni shalat
lima waktu dan shalat jum’at. “Aku
berpuasa Ramadhan.” Yakni bulan di antara bulan Sya’ban dan Syawwal. “Dan aku halalkan yang halal.” Yakni aku
mengerjakannya dan meyakini kehalalannya. “Aku
haramkan yang haram.” Yakni, aku menjauhi dan meyakini keharamannya. “Dan aku tidak melakukan lebih dari itu,
apakah aku akan masuk surga?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dalam hadits ini, seorang lelaki bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jika dia mengerjakan shalat fardhu,
berpuasa di bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal, dan mengharamkan yang
haram, dan dia tidak melakukan lebih dari itu sedikit pun, apakah ia akan masuk
surga?” Beliau menjawab, “Ya.”
Dalam hadits ini tidak disebutkan zakat dan ibadah haji. Ada yang berpendapat
bahwa hal itu masuk dalam perkataannya, “Aku
haramkan yang haram.” Karena meninggalkan haji haram hukumnya, demikian
juga meninggalkan zakat. Mungkin juga dikatakan terkait dengan ibadah haji,
bisa jadi hadits ini diucapkan sebelum diwajibkannya ibadah haji. Adapun yang
berkaitan dengan zakat, bisa jadi Nabi mengetahui keadaan orang tersebut. Bahwa
dia adalah orang miskin, tidak tergolong orang yang diwajibkan untuk
mengeluarkan zakat, maka beliau berbicara kepadanya sesuai dengan keadaannya.
Hadits ini mengandung beberapa faedah:
1. Antusias para sahabat untuk bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Tujuan akhir dari kehidupan ini adalah masuk ke
dalam surga.
3. Pentingnya shalat-shalat fardhu. Bahwa
shalat-shalat tersebut merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga dengan
disertai amalan-amalan lainnya yang disebutkan dalam hadits ini.
4. Pentingnya ibadah puasa.
5. Wajibnya menghalalkan yang halal dan
mengharamkan yang haram, yaitu seseorang mengerjakan perkara yang halal, seraya
meyakini kehalalannya. Akan tetapi, dalam hal-hal yang halal, seseorang diberi
pilihan, jika ia mau, ia bisa mengerjakannya, jika tidak, ia bisa
meninggalkannya. Adapun perkara yang haram ia harus menjauhinya, dan ia pun
harus meyakini bahwa hal itu adalah sesuatu yang haram. Engkau mengerjakan yang
halal dengan meyakini kehalalannya dan menjauhi yang haram dengan meyakini
keharamannya.
6. Pertanyaan adalah tempat kembalinya jawaban.
Karena jawaban beliau “Ya”, maksudnya
adalah engkau akan masuk surga. Imam An-Nawawi berkata, “Aku haramkan yang haram”, maknanya adalah aku menjauhinya.
Seyogyanya adalah dikatakan, “Menjauhinya
dengan meyakini keharamannya.” Wallahu
a’lam.
(Dikutip dari kitab Syarah Arba’in An-Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)
0 komentar:
Posting Komentar