Sabtu, 24 Desember 2016

Doa dan Kekuatannya

Pak Ali seperti biasa mengisi hari-harinya berjualan daging ayam di pasar. Dari profesinya ini ia mampu menafkahi istri dan ketiga anaknya yang masih sekolah, bahkan Pak Ali memberikan dorongan pada anak keduanya yang berminat melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Namun belakangan ini jualan Pak Ali kurang laku seiring dengan banyaknya isu santer flu burung. Pernah suatu hari Pak Ali menyabarkan diri jualan hingga agak petang dengan harapan ada orang yang akan membeli ayamnya, namun harapan tinggal harapan, walau harganya dibanting semurah-murahnya, tetap saja pembeli tak kunjung datang. Kontan hati Pak Ali gundah. Di rumah, istri nagih uang belanja, ketiga anaknya butuh uang untuk jajan dan kebutuhan sekolah. Kegelisahan Pak Ali membawanya ke tempat sujud, ia bangun malam bertahajud berdoa kepada Allah agar Allah berkenan memberi rejeki seperti biasanya.
Lain halnya dengan Sarah, umurnya sudah kepala tiga. Ia sangat berharap segera mendapatkan pria yang siap mendampinginya. Kedua orangtua begitu resah memikirkan nasib anaknya, karena anak-anak yang jauh di bawahnya sudah pada berkeluarga, sebagiannya malah ada yang sudah beranak-pinak. Tak henti-hentinya baik Sarah maupun orangtuanya berdoa demi kebahagiaan Sarah. Mereka yakin, pada suatu waktu Allah akan mendengar doanya.
Dua ilustrasi di atas sering terjadi dalam kehidupan nyata, atau mungkin Anda memiliki persoalan hidup yang lebih pelik dan rumit dari contoh tadi yang membuat goncang jiwa dan Anda memutuskan untuk terus berdoa mengadukan nasib kepada Sang Khalik. Anda tak mau berlama-lama dalam kesulitan dan ingin segera keluar dari kerangkeng penderitaan. Anda yakin bahwa doa merupakan cara untuk “merayu” Allah agar menghilangkan kesusahan.
Perintah Berdoa
Setiap agama mengajarkan pada umatnya agar banyak berdoa. Perbedaannya terletak pada tatacara berdoa dan pada tuhan yang mana ia meminta. Islam memposisikan doa sebagai otaknya ibadah (mukhkhul ibadah), artinya setiap bentuk ibadah mengandung doa, ibadah shalat itu secara bahasa maknanya ialah doa. Islam juga menyebutkan doa sebagai simbol keimanan dan ketaatan seorang muslim, dan doa sebagai senjata ampuh kaum beriman.
Oleh karenanya, Allah mensyariatkan doa secara fleksibel dan mudah. Di mana dan kapan pun doa bisa kita panjatkan sesuka hati dan sepuas-puasnya kepada Allah Yang Maha Mendengar. Bisa saat dan seusai shalat, baik shalat fardhu maupun sunat, boleh di bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan, hari arafah, setelah adzan dan iqamah, sebelum dan sesudah makan, bercermin, dan banyak waktu serta tempat lainnya yang dipersilahkan oleh Allah. Al-Quran menyebutkan perintah berdoa di beberapa tempat, di antaranya:

أُدْعُوْاللهَ أَسْتَجِبْ لَكُمْ                       

“Berdoalah kepada Allah, niscaya akan Ku-jawab.” (Q.S. Al-Mukmin: 60).

وَاِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَاِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوْالِي وَلْيُؤْمِنُوْابِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan doa orang yang berdoa kepada-Ku, agar mereka terbimbing pada jalan yang benar.” (Q.S. Al-Baqarah: 187).
Di samping itu, Nabi Muhammad memberikan motivasi kepada umat Islam untuk berdoa sebagaimana sabdanya,

مَا عَلَى الأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُوْااللهَ تَعَالَى بَدَعْوَةٍ اِلاَّ أَتَاهُ اللهُ اِيَّاهَا أَوْصَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا مَا لَمْ يَدْعُ بِاِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِيْمٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ اِذاً نُكْثِرُ قَالَ أللهُ أَكْثَرُ (رواه الترمذى)

“Tidak sekali-kali seorang mukmin di bumi ini berdoa kepada Allah meminta sesuatu, melainkan Allah memberi apa yang ia minta, atau memalingkan darinya suatu kejahatan yang semisal dengan permintaannya, selama ia tidak berdoa untuk suatu dosa atau memutuskan silaturahmi. Maka ada seorang laki-laki berkata, 'kalau demikian, kami akan memperbanyak (doa).' Beliau menjawab, 'Allah Mahabanyak Memberi.'” (H.R. At-Tirmidzi).

اِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ (البخارى)

“Sesungguhnya siapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah marah kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari)
Mengapa Harus Berdoa?
Ada pertanyaan yang mungkin memenuhi benak kita, mengapa keluh kesah, kebutuhan, dan keinginan manusia mesti disampaikan kepada Allah? padahal Allah Mahatahu terhadap segala kebutuhan dan keinginan hamba-Nya tanpa harus diinformasikan terlebih dahulu.
Sungguh, tidak ada yang ganjil tentang hal ini bila kita memahami hal-hal sebagai berikut,
1.  Allah menjadikan doa sebagai salah satu bentuk peribadatan yang harus ditunaikan hamba-Nya. Tidak bisa seseorang merasa telah beriman hanya karena meyakini adanya Allah tapi tidak mempraktekkan perintah-perintah-Nya. Sebagaimana tidak layaknya manusia mengaku beriman kepada Allah, namun tidak pernah mendirikan shalat, tidak melaksanakan shaum, enggan mengeluarkan zakat, dan lain-lain.
2.  Manusia, sehebat dan segagah apa pun dia, tidak akan melebihi kehebatan dan kegagahan Allah. Dalam menjalani kehidupannya manusia seringkali tersandung dengan berbagai kelemahan dan keterbatasan diri, sehingga ia pasti membutuhkan Allah untuk mendengarkan pengaduan nasibnya, memerlukan Allah untuk meningkatkan kemampuan diri, dan ia juga mendambakan ketenangan serta ketentraman hati setelah bercengkrama dengan Allah.
Dengan demikian, adanya konsep doa dalam Islam mengindikasikan kasih sayang Allah demi tercapainya kemaslahatan manusia itu sendiri, bukan untuk kemaslahatan Allah. Oleh karena itu, rasulullah sebagai pribadi yang istimewa dan gerak hatinya didengar oleh Allah melebihi hamba-hamba-Nya yang lain, ternyata merupakan sosok manusia yang rajin dan tekun berdoa. Buktinya, kita temukan ratusan sampai ribuan doa ma'tsurat yang diriwayatkan oleh para ahli hadits dan disebarkan oleh para ulama dalam kitab-kitabnya, serta diamalkan secara kontinyu oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Aneka doa rasul itu sangat cocok ditiru dan diamalkan dalam aktifitas sehari-hari.
Namun demikian, doa bagi sebagian orang seolah-olah pekerjaan yang kurang bermanfaat. Menurut anggapannya, berdoa itu tidak realistis dan bukan tindakan nyata. Mereka lebih suka langsung melakukan 'tindakan nyata' itu dan meninggalkan ritualitas doa. Di dunia ilmu pengetahuan Barat, doa bahkan tidak memiliki tempat dengan alasan tidak ilmiah, tidak punya pengaruh terhadap berbagai kejadian di alam semesta.
Sebagian orang lagi masih berdoa tapi dalam porsi yang sangat sedikit. Alasannya bahwa doa itu tidak usah banyak-banyak dan panjang-panjang, yang penting doa itu langsung menohok pada persoalan dan ditindaklanjuti dengan usaha. Makanya, tak sedikit di antara mereka yang segera angkat kaki seusai shalat, padahal rasulullah, para sahabat, tabi'in dan orang-orang shaleh tidak pernah melewatkan dzikir dan doa setelah melaksanakan shalat fardhu. Bila sebagian orang sudah seperti itu apresiasinya terhadap doa-doa seusai shalat, apalagi doa saat keluar rumah, naik kendaraan, mau makan, tidur, dan sebagainya, sepertinya merupakan kegiatan yang sudah dilupakannya.
Dalam lingkungan pergaulan kita ada ungkapan, “Berusaha diiringi dengan doa.” Ungkapan ini tidak bisa kita terima, sebab doa dinomorduakan, dianggap sekunder dan hanya pengiring. Ini jelas salah, doa dalam Islam adalah kebutuhan primer dalam perjalanan seorang mukmin. Ungkapan yang pas adalah, “Berusaha dan berdoalah” atau “Berdoa dan berusahalah.”
Efek Doa
Seperti telah disinggung di atas, anggapan bahwa doa tidak banyak membantu dalam mewujudkan keinginan adalah salah. Sikap ini lahir karena kurangnya ilmu dan lemahnya pemahaman tentang urgensi doa. Seorang mukmin harus memiliki keyakinan kuat, bahwa doa yang dipanjatkannya akan senantiasa dijawab oleh Allah.
Al-Quran menceritakan kepada kita betapa peristiwa-peristiwa besar dan luar biasa bisa terjadi karena kekuatan doa. Bukankah karena doa, orang-orang kafir di jaman Nabi Nuh tewas secara mengenaskan ditelan banjir, sementara Nabi Nuh beserta para pengikutnya selamat.

رَبِّ اِنِّ قَوْمِي كَذَّبُوْنِ فَافْتَحْ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَنَجِّنِى وَمَنْ مَعِيَ مِنَ الْمؤْمِنِيْنَ

“Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Karena itu, adakanlah suatu keputusan antaraku dan antara mereka.  Dan selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin besertaku.” (Q.S. Asy-Syu'ara: 117-118).
Bukankah karena doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim, akhirnya umat Islam mempunyai tempat ibadah haji yang aman, air zam zam yang terus mengalir dan penuh manfaat, juga makanan yang penuh berkah.

رَبِّ اجْعَلْ هذَا بَلْدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, sentosa, dan berikanlah rejeki dari buah-buahan kepada penduduk yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. (Q.S. Al-Baqarah: 126).
Bukankah karena doa, akhirnya Nabi Ayyub bisa sembuh dari penyakit yang sangat parah dan menjijikkan, juga karena doa pula ia mempunyai anak yang banyak dan shaleh.

وَأَيُوْبَ اِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَابِهِ مِنْ ضُرٍّ وَّءَاتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِيْنَ

“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.' Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (Q.S. Al-Anbiya: 83-84)
Bukankah karena doa Nabi Zakaria, akhirnya terlahir sosok Yahya dan Isa alahimassalam yang luar biasa pengaruhnya pada kehidupan.

رَبِّ اِنِّى وَهَنَ العَظْمُ مِنِّىوَاشْتَعَلَ الرَّأسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا وَاِنِّى خِفْتُ الْمَوَالِىَ مِنْ وَرَآءِى وَكَانَتِ امْرَأَتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا يَرِثُوْنِى وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا

“Ia (Zakaria) berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku sangat khawatir terhadap keturunanku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'kub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.'” (Q.S. Maryam: 4-6)     
Dan banyak lagi kejadian-kejadian penting yang direkam oleh Al-Quran tentang kekuatan doa ini, yang tak mungkin bisa dibantah, seperti binasanya Fir'aun dan bala tentaranya di laut merah karena doanya Musa, atau Nabi Yunus yang mampu keluar dari kegelapan setelah tiga malam berada di perut ikan paus. Hanya orang-orang kafir, tolol dan munafiklah yang akan meragukan bahkan menolak mentah-mentah kenyataan yang dikemukan tadi.
Alasan tidak Terkabulnya Doa
Jengkel, kecewa, dan putus asa tak jarang menghampiri sebagian orang tatkala doanya belum atau tidak dikabulkan. Dengan ringan mereka segera menyalahkan Allah, meragukan janji-janji-Nya dan tak mau berdoa lagi, karena merasa telah banyak waktu terbuang. Tidak ada upaya introspeksi terhadap diri sendiri terhadap amal yang selama ini ia lakukan, ia merasa sudah benar, sudah serius, dan berbagai macam hujjah disampaikan.
Sebenarnya tidak ada kerugian bagi Allah untuk menunaikan janji-Nya mengabulkan permintaan hamba-nya. Tidak ada yang salah pada Allah. Yang Salah adalah kita sendiri yang tidak peka terhadap segala keputusan dan hikmah-hikmah dibalik keterlambatan atau tidak dikabulkannya sebuah doa. Dr. Najih Ibrahim secara lengkap dan menarik menjelaskan delapan alasan dan hikmah tidak (segera) dikabulkannya doa, yaitu:
1.  Mungkin Anda belum memenuhi syarat doa, tidak khusyu dalam berdoa, kurang tepat waktu, tidak merendahkan diri di hadapan kebesaran Allah, kurang memiliki keyakinan, atau mungkin belum memenuhi adab-adab doa yang seharusnya diperhatikan.
2.  Mungkin doa Anda terhalang oleh suatu dosa yang Anda lakukan, dan Anda belum bertaubat atau belum sungguh-sungguh menyesali perbuatan dosa itu. Selain itu mungkin juga perut Anda masih diisi oleh makanan dan minuman yang haram dan syubhat walaupun hanya sedikit. Padahal rasulullah telah mengingatkan Sa'ad bin Waqqash dengan sabdanya,

يَا سَعْدٌ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدُّعَاءِ

“Wahai Sa'ad, bersihkanlah makananmu (dari yang haram dan syubhat), niscaya doamu akan terkabul.
3.  Mungkin Allah hendak menabungkan pahala doamu dan memberikannya pada Anda di akhirat. Anda bisa jadi sedih hari ini karena tidak terkabulnya doa, tapi setelah menyaksikan begitu melimpahnya pahala doamu nanti di akhirat, Anda akan berandai-andai jika tidak ada satu pun doa Anda yang dikabulkan di dunia.
4.  Mungkin Allah ingin menguji tingkat keimanan Anda. Apakah akan tetap bersabar atau malah berputus asa dan menurunkan keimanan Anda serendah-rendahnya. Tapi jika Anda bersabar, maka Allah akan memberikan bimbingan sehingga Anda semakin shaleh.
5.  Mungkin Allah ingin menyadarkan Anda, bahwa Anda ini adalah hamba, sedangkan Allah adalah Sang Raja dan Sang Pemilik. Sebagai raja dan pemilik, Ia berkuasa dan berwenang untuk memberikan atau menahan sesuatu. Ingatlah, Anda bukan buruh yang harus marah dan berdemontrasi karena tidak diupah majikanmu.
6.  Mungkin saja ditunda atau tidak dikabulkannya doa Anda justru demi kebaikan Anda sendiri. Tidak sedikit manusia yang awalnya istiqamah mengabdikan diri kepada Allah, berdoa secara terus menerus, dan senang berada di jalan kebenaran, namun setelah semuanya terlaksana, mereka berpaling dan menjauhi Allah.
7.   Mungkin jika doamu dikabulkan, maka akan memadharatkanmu sehingga terjerumus ke dalam lembah dosa yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Dahulu ada orang yang sangat menginginkan mati dalam peperangan membela Islam, maka terdengarlah suara, "Tidak, jika kamu berperang, kamu akan tertawan musuh, dan akan menjadi pemeluk agama Nasrani."
8.  Tiap-tiap doa itu ada ukuran dan waktunya. Tidak bisa hari ini Anda meminta kepada Allah ditegakkan hukum-hukum Allah dan ditumbangkannya segala kekufuran, lalu besok hari bisa terwujud, itu sangat mustahil. Perhatikanlah firman Allah berikut ini,

وَ قَالَ مُوْسَى رَبَّنَا اِنَّكَ ءَاتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأَهُ زِيْنَةً وَأَمْوَالاً فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا رَبَّنَّا لِيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِكَ رَبَّنَااطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوْبِهِمْ فَلاَ يُؤْمِنُوْا حَتَّى يَرَوُاالْعَذَابَ الأَلِيْمَ

“Musa berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia; ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Egkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.(QS. Yunus: 88).
Ini adalah doanya Nabi Musa yang mulia dan tidak diragukan lagi keshalehannya dan keimanan beliau kepada Allah, Allah menggelari Musa sebagai Ulul Azmi, lalu doa Nabi Musa ini diamini Nabi Harun yang tak kalah shalehnya. Sedangkan yang didoakan adalah raja lalim dan terlaknat Fir'aun dan para prajuritnya. Namun doa tadi tidak sertamerta dijawab oleh Allah. Menurut riwayat yang shahih, Nabi Musa baru merasakan terkabulnya doa setelah 40 tahun berlalu.
Dari kisah Nabi Musa ini harusnya kita mengaca diri, siapa sih kita ini? Ilmu sungguh sangat minim, amal shaleh belum seberapa, sementara dosa belum sepenuhnya mampu ditinggalkan, lalu sekonyong-konyong memaksa Allah untuk mengabulkan segenap yang kita minta dengan segera atau tunai. Tugas kita sekarang adalah memperbaiki semuanya, agar kesempatan dikabulkannya doa kita lebih terbuka lagi.
Semoga uraian mengenai doa di atas menyadarkan kita tentang tiga hal. Pertama, mulailah membiasakan diri senantiasa berdoa kepada Allah, Sang Pencipta di setiap saat dan tempat dengan penuh ketawadhuan, kekhusyuan, dan keyakinan yang mendalam. Kedua, janganlah sekali-kali meremehkan peranan doa, karena ternyata begitu banyak peristiwa-peristiwa besar bisa terjadi di bumi ini disebabkan doanya kaum mukminin. Dan ketiga, tidak boleh berputus asa atas belum atau tidak terkabulnya doa yang kita panjatkan, serahkanlah segala keputusan dan ketetapannya pada Allah Yang Mahatahu dan Mahakuasa. Wallahul Muwaffiq.

Penulis : RAMDAN PRIATNA, S.Sos.I
1.     Direktur UPU
2.    Kepala Sekolah SDIT BAHTERA NUH
3.    Ketua FKAD (Forum Komunikasi Aktivis Dakwah)

0 komentar:

Posting Komentar